KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa mencurahkan rahmat
dan kasihnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka
memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia 1. Makalah ini masih
perlu disempurnakan, oleh karena itu jika ditemukan adanya kekurangan atau
kesalahan, kami akan sangat berterimakasih atas saran dan kritik yang
disampaikan untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada
khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari
sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bermanfaat membangun
demi perbaikan kearah kesempurnaan.
Jember,
18 Maret 2015
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................. 2
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang......................................................................................... 3
1.2
Rumusan Masalah..................................................................................... 4
1.3
Tujuan....................................................................................................... 4
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Produktivitas
Tenaga kerja....................................................................... 6
2.2 Perubahan Elastisitas
Penawaran Tenaga Kerja..................................... 13
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................. 15
3.2 saran........................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 17
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Ketika
membicarakan tentang masalah tenaga kerja pasti yang terpikir adalah masalah-
masalah yang ada di dalamnya. Masalah di dalam ketenagakerjaan dianggap sebagai
masalah yang sangat kompleks dan besar. Dikatakan kompleks karena masalahnya
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh banyak factor yang saling berinteraksi dengan
pola yang tidak selalu mudah dipahami. Besar karena menyangkut jutaan jiwa.
Untuk menggambarkan masalah tenaga kerja dimasa yang akan datang tidaklah
gampang karena disamping mendasarkan pada angka tenaga kerja dimasa lampau atau
pada tahun- tahun sebelumnya, harus diketahui prospek produksi dimasa mendatang.
Kondisi
kerja yang baik, kualitas output yang tinggi, kualitas sumber daya manusia dan
kesempatan kerja yang memadai adalah persoalan yang selalu muncul dalam
pembahasan tentang tenaga kerja disamping masalah hubungan industrial antara pekerja
dengan dunia usaha. Ketika pertumbuhan penduduk terus meningkat dari waktu
kewaktu sedangkan lapangan kerja semakin sempit disitulah akan muncul
permasalahan yang tidak dapat dihindarkan lagi, yaitu pengangguran. Masalah p g
matang untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan terutama di bidang
tenaga engangguran akan menjadi semakin kompleks ketika memunculkan angka-
angka kemiskinan yang semakin bertambah. Oleh karena itu perlu adanya
pengaturan strategi yan kerja.
Ketika
suatu negara menginginkan adanya kemajuan ekonomi maka hal yang dapat dilakukan
adalah merencanakan pembangunan ekonomi. Pembangunan merupakan proses
multidimensional yang mencajup berbagai perubahan mendasar atas struktur
sosial, sikap- sikap masyarakat dan institusi nasional, disamping tetap
mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan,
serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan ekonomi memiliki tiga tujuan inti
antara lain peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang
kebutuhan hidup, peningkatan standar hidup (pendapatan, penyediaan
lapangankerja, perbaikan kualitas pendidikan, peningkatan perhatian atas nilai-
nilai kulturaldan kemanusiaan) dan perluasan pilihan- pilihan ekonomis dan
sosial.
Perluasan
penyerapan tenaga kerja diperlukan untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk
usia muda yang masuk ke pasar tenaga kerja. Ketidakseimbangan antara
pertumbuhan angkatan kerja dan penciptaan lapangan kerja akan menyebabkan
tingginya angka pengangguran. Kemudian, meningkatnya angka pengangguran akan
mengakibatkan pemborosan sumber daya potensial angkatan kerja yang ada,
meningkatnya beban masyarakat, merupakan sumber utama kemiskinan dan mendorong
terjadinya peningkatan kesehatan sosial, serta menghambat pembangunan ekonomi
dalam jangka panjang.
Oleh
karena itu, makalah ini ditulis guna menganalisis seberapa besar kenaikan
ataupun penurunan produktivitas tenaga kerja di Kabupaten Banyuwangi serta
analisis mengenai elastisitas yang terjadi dalam penawaran tenaga kerja.
Diharapkan dengan paparan ini maka kompleksitas ketenagakerjaan dapat lebih di
pahami.
1.2 Rumusan masalah
a.
Bagaimana perubahan produktivitas tenaga
kerja di Kabupaten Banyuwangi dari tahun ke tahun serta solusi kebijakan yang
bisa diterapkan?
b.
Bagaimana perubahan elastisitas
penawaran tenaga kerja di Kabupatan Banyuwangi dari tahun ke tahun serta solusi
kebijakan yang bisa diterapkan?
1.3 Tujuan
a.
Mengetahui besaran perubahan
produktivitas tenaga kerja di Kabupaten Banyuwangi dari tahun ke tahun yang
kemudian dapat menentukan kebijakan yang bisa diambil oleh pemerintah guna
dapat mengoptimalkan penyerapan tenaga kerja yang ada.
b. Mengetahui
perubahan elastisitas penawaran tenaga kerja yang ada guna dapat menentukan
kebijakan yang akan diambil sebagai cara peningkatanpertumbuhan ekonomi.
BAB
2. PEMBAHASAN
2.1
Produktivitas Tenaga kerja di Kabupaten
Banyuwangi Serta Solusi Kebijakan.
Analisis produktivitas tenaga kerja,
permasalahan, dan solusi untuk pemerintah.
Laju
pertumbuhan tenaga kerja Industri
Kerajinan Batik di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2008 – 2012
Tahun
|
Tenaga kerja (orang)
|
Laju kenaikan pertumbuhan tenaga
kerja (%)
|
2008
|
218
|
7
|
2009
|
235
|
7,8
|
2010
|
270
|
15
|
2011
|
324
|
18,51
|
2012
|
411
|
26,85
|
Jumlah
|
1458
|
67,66
|
Rata
– rata
|
291,6
|
13,53
|
Unrtuk
menghitung laju pertumbuhan tenaga kerja sektor Industri Kerajinan Batik di
Banyuwangi tahun 2008 – 2012 dengan rumus :
=
x 100%
Laju
pertumbuhan Nilai produksi di Industri Batik di Kabupaten Banyuwangi tahun 2008
- 2012
Tahun
|
Produksi Batik (000)
|
Laju kenaikan pertumbuhan nilai
produksi (%)
|
2008
|
629.132.730
|
-
|
2009
|
710.919.985
|
13.00
|
2010
|
821.112.583
|
15.5
|
2011
|
1.231.668.874
|
50.00
|
2012
|
1.859.820.000
|
51.00
|
Jumlah
|
5.252.654.174
|
129.5
|
Rata
– rata
|
1.050.530.834
|
25,9
|
Untuk
menghitung laju pertumbuhan tenaga kerja sektor industri kerajinan batik di
Kabupaten Banyuwangi tahun 2008 – 2012 dengan rumus :
=
x 100%
Perhitugan
produktivtas =
1. Perhitugan
produktivtas =
=
=
= 5.
163.956,18
2. Perhitugan
produktivtas =
=
=
=
3.148.359,94
3. Perhitungan
produktivitas =
=
=
=
7.602.894,28
4. Perhitungan
produktivitas =
=
=
=
7.220.127,89
Tahun
|
Produktivitas
|
Laju kenaikan pertumbuhan
produktivitas (%)
|
2008
|
-
|
-
|
2009
|
5.
163.956,18
|
22,32
%
|
2010
|
3.148.359,94
|
13,6%
|
2011
|
7.602.894,28
|
32,86%
|
2012
|
7.220.127,89
|
31,2%
|
Jumlah
|
23.135.338,29
|
99,98%
|
Rata
– rata
|
4.627.067,658
|
19,996%
|
Produktivitas merupakan kemampuan input untuk menghasilkan
output dalam satuan waktu tertentu. Tabel diatas merupakan salah satu gambaran
dari perubahan produktifitas dari tahun ke tahun salah satu sektor di
Indonesia yaitu sektor industri batik. Dari
tabel diatas dapat dijelaskan bahwa produktivitas tiap tahunnya mengalami naik
turun atau elastis bergantung pada faktor endownment dari negara tersebut. Di
Indonesia SDM merupakan faktor endowment tersebut sehingga naik/turunnya
produktifitas sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian negara. Berkaitan dengan Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun
2010 mencapai 5,9 % (Kompas, 24 Desember
2010), Dibandingkan dengan tahun 2009 sebelumnya, yang hanya mencapai 4,5
%, maka terdapat suatu peningkatan yang cukup membanggakan. Namun kenaikan
laju pertumbuhan tersebut bukan berarti terjadi kenaikan produktifitas dari
satu sektoral karena pada tabel menunjukkan penurunan produktifitas hingga 13,6
% permasalahannya apakah pertumbuhan
ekonomi tersebut ditopang sepenuhnya oleh sektor-sektor ekonomi, yang
berdampak langsung terhadap penyerapan tenaga kerja dan sekaligus mampu
mengurangi angka kemiskinan.
Berdasarkan publikasi BPS, jumlah penduduk miskin
Indonesia mencapai 31,02 juta orang (13,33 % dari total jumlah penduduk) per
Maret 2010. Apabila dikaitkan kondisi 2011 , yaitu; (a) merebaknya krisis
pangan, karena perubahan iklim yang bersifat ekstrim, sehingga memberikan
pengaruh terhadap pengurangan kuantitas dan kualitas hasil panen komoditas
pertanian; (b) kemungkinan terjadinya kenaikan BBM, yang tidak hanya
dipengaruhi kenaikan harga minyak internasional yang saat ini sudah menyentuh
angka US $ 100/barel (Kompas, 17 Januari 2010), namun dipengaruhi pula oleh
kebijakan pemerintah untuk melakukan pembatasan subsidi BBM (uji coba dimulai
tahun 2011), sehingga secara tidak langsung konsumen diarahkan untuk membeli
BBM non subsidi yang tentunya sudah didasarkan pada harga pasar sewajarnya; dan
(c) kenaikan TDL, termasuk penghapusan TDL sebesar 18 % (capping)
terhadap 25 % pelaku industri yang menikmati fasilitas ini, maka keseluruhan
hal tersebut akan berdampak terhadap kenaikan harga (inflasi), sehingga lanjutan
dampak berikutnya pada tahun 2011 berpeluang menggeser angka kemiskinan menjadi
lebih tinggi, bukan sebaliknya menjadi menurun.
Oleh karena itulah, Pemerintah pada tahun 2011 berupaya
untuk menekan kemiskinan ini, dengan cara; (a) menciptakan lapangan
kerja, guna menyerap angkatan kerja baru; (b) menjaga kestabilan harga,
terutama untuk komoditas kebutuhan primer, guna menjaga daya beli penduduk
tidak berkurang ; (c) melalui kebijakan fiskal, tetap dialokasikan dana untuk
penanggulangan kemiskinan, khususnya terkait dengan kompensasi yang bersifat
non pendapatan, seperti menekan biaya pendidikan melalui BOS dan kemudahan
mendapatkan pelayanan kesehatan; dan (d) bantuan permodalan yang tidak
memberatkan bagi para pengusaha ekonomi lemah (UMKM), seperti Kredit Usaha
Rakyat (KUR), yang ditopang pembiayaan APBN. Dalam kesempatan ini, hanya
dibahas 2 (dua) masalah saja, yaitu penciptaan lapangan kerja dan menjaga
kestabilan harga.
Berdasarkan publikasi BPS per Maret 2010, disebutkan bahwa tingkat pengangguran
terbuka ada sebanyak 8,4 juta orang. Apabila, kenaikan pertumbuhan ekonomi
sebesar 1 % akan dapat menyerap 500.000 orang tenaga kerja (Kompas, 17 Januari
2011), maka dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 % pada tahun 2011,
hanya akan tercipta ± 3 jutaan tenaga kerja, atau hanya ± 35 % dari jumlah
pengangguran terbuka. Ini-pun masih menimbulkan pertanyaan mendasar;
apakah mungkin pertumbuhan ekonomi tadi dapat menyerap 3 jutaan tenaga
kerja, mengingat sektor ekonomi yang dominan menopang laju pertumbuhan ekonomi
selama 3 (tiga) tahun terakhir adalah bertumpu pada sektor jasa (non tradeable)
sebagaimana dapat dilihat berikut ini. Menurut Imam Sugama (Kompas, 11 Januari
2011); lima tahun sebelumnya proporsi sektor jasa terhadap pembentukan PDB baru
mencapai 48 %, saat ini sudah mencapai 52 %.
Tabel 1 - Pertumbuhan Ekonomi
Indonesia 2009 - 2010
Keterangan : K = Kwartal ; Sumber : Kompas, 24
Desember 2010
Padahal sektor ini menurut Faisal Basri dan Haris Munandar (2009; 45) tidak menyerap banyak tenaga kerja. Sedangkan sektor ekonomi tradeable, yaitu pertambangan kurang menyerap tenaga kerja, karena ekspor yang dilakukan merupakan bahan mentah, tanpa ada proses pengolahan lebih lanjut yang berpeluang menciptakan tambahan penyerapan tenaga kerja. Demikian pula untuk pertanian, secara alamiah pertumbuhannya dibawah rata-rata, dengan mobilitas tenaga kerja relatif tinggi, karena sebagian besar bersifat informal; bahkan ada kesan di sektor ekonomi tradeable ini terjadi pengangguran terselubung.
Oleh karena itulah, harapan besar untuk dapat menciptakan peluang kerja baru dalam artian permanen bertumpu pada sektor formal lingkup industri pengolahan (manufaktur). Namun, proporsinya terhadap PDB mengalami penurunan (deindustrialisasi); Menurut Imam Sugama, saat ini proporsinya hanya mencapai 26 %, sementara 5 (lima) tahun sebelumnya masih berada disekitar 28 %.
Dalam
lingkup sektor ekonomi manufaktur ini terdapat 4 (empat) sub sektor dominan,
yaitu; (1) makanan, minuman dan tembakau; (2) pupuk, produk kimia dan karet;
(3) kendaraan bermotor, mesin dan paralatan; serta (4) tekstil, kulit dan alas
kaki. Diantara keempat sub sektor tadi, sub sektor tekstil, kulit dan alas kaki
cenderung mengalami penurunan pertumbuhan, sebagaimana sub sektor lainnya. Ini
berarti, laju pertumbuhan manufaktur lebih ditentukan oleh 3 (tiga) sub sektor
dominan seperti telah disebutkan sebelumnya. Permasalahannya, ketiga sub sektor
dominan tersebut sebagian besar tidak sepenuhnya berbasis pada pemanfaatan
potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. Khususnya untuk industri
kendaraan bermotor (otomotif), spare part utamanya masih didatangkan dari
perusahaan induknya (principal) di luar negeri, sedangkan untuk industri
kimiawi tidak jauh berbeda dengan otomotif, kebutuhan bahan baku masih
didatangkan dari luar pula.
Kondisi
diatas, mengisyaratkan bagi Pemerintah untuk mengembangkan strategi
industrialisasi berbasis pemanfaatan potensi sumber daya alam yang ada dan
bersifat padat karya, karena pengalaman pada tahun 1980-an, bersamaan dengan
intensifnya kegiatan industrialisasi padat karya (seperti garmen dan tekstil),
Indonesia mendapatkan 3 (tiga) keuntungan sekaligus (triple track strategy),
yaitu pertumbuhan ekonomi yang mencapai double digit, berkurangnya pengangguran
dan angka kemiskinan yang menurun.
Peluang
terbesar untuk itu ada pada pengembangan manufaktur yang berhubungan dengan
agro industry. Sebagai contoh, selama ini komoditi kakao, karet dan kelapa
sawit, lebih banyak diekspor dalam bentuk mentah, apabila diolah lebih lanjut
akan memberikan nilai tambah tersendiri, disamping berpeluang menyerap
tenaga kerja untuk kegiatan pemrosesannya lebih lanjut. Belajar dari krisis
komoditi ditahun 2010 lalu, dan diperkirakan akan terus berlanjut di tahun-tahun
mendatang, maka pengembangan manufaktur ini sangat relevan.
Untuk itu
Pemerintah diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur, berupa jalan,
listrik dan saluran irigasi. Disamping dukungan pembiayaan perbankan, yang
selama ini tampak ada keenggenan untuk menyalurkan kredit pada sektor pertanian
(tanam keras), karena perolehan hasilnya membutuhkan waktu lama sejak masa
penanaman hingga panen, belum lagi masalah kepastian hasil yang sangat
ditentukan oleh kondisi alam serta harga jual yang berfluktuasi. Selanjutnya
mengenai kestabilan harga, pada dasarnya bergantung pada keseimbangan antara
permintaan dan penawaran komoditas dipasaran.
Komoditas
sektor pertanian memiliki peran strategis, karena menyangkut kebutuhan dasar
penduduk, seperti beras, ikan/daging, sayuran dan palawija. Permasalahannya,
sektor ini tingkat pertumbuhannya relatif rendah, sehingga tidak mampu menopang
gejolak permintaan yang terus meningkat; Adanya sedikit gonjangan pada sisi
pasokan, otomatis akan diikuti dengan kenaikan harga.
Faisal Basri (Kampas, 10 Januari 2010); menyebutkan bahwa kenaikan harga tidak hanya ditentukan oleh masalah pasokan saja, namun dipengaruhi oleh aspek distribusi, yang dibuktikan dengan; (a) adanya disparitas harga antar daerah yang sangat tinggi, hingga mencapai 4 - 5 kali lipat; dan (b) harga pada tingkat konsumen dapat mencapai 5 kali lipat, dibandingkan harga pada tingkat produsen.
Faisal Basri (Kampas, 10 Januari 2010); menyebutkan bahwa kenaikan harga tidak hanya ditentukan oleh masalah pasokan saja, namun dipengaruhi oleh aspek distribusi, yang dibuktikan dengan; (a) adanya disparitas harga antar daerah yang sangat tinggi, hingga mencapai 4 - 5 kali lipat; dan (b) harga pada tingkat konsumen dapat mencapai 5 kali lipat, dibandingkan harga pada tingkat produsen.
Untuk
menjaga kestabilan harga, dalam jangka pendek Pemerintah diharapkan dapat
mengatur mata rantai distribusi komoditas primer ini, tidak sekedar melakukan
jalan pintas memotong bea masuk dan pemberian izin impor setiap ada gejolak
kenaikan harga. Dalam jangka panjang, sektor pertanian harus ditingkat
pertumbuhannya; dari aspek spasial harus dikembangkan daerah luar Jawa (+ Bali)
yang memiliki potensi keunggulan komoditi tertentu, sedangkan dari aspek
sektoral berupa kebijakan yang menekan input pertanian, berupa kestabilan harga
pupuk, ketersedian bibit unggul dan modal kerja yang berbunga rendah.
2.2 Perubahan Elastisitas Penawaran Tenaga Kerja
di Kabupatan Banyuwangi Serta Solusi Kebijakan.
Laju
Pertumbuhan Elastisitas Tenaga Kerja Industri Kerajinan Batik. Di Kabupaten
Banyuwangi Tahun 2008 – 2012.
Tahun
|
Laju Kenaikan Kesempatan Kerja
( % )
|
Laju Kenaikan
Nilai Produksi
( % )
|
Elastisitas
(% )
|
2008/2009
|
7,8
|
13
|
0,6
|
2009/2010
|
15
|
15,50
|
0,96
|
2010/2011
|
18,51
|
50,00
|
0,37
|
2011/2012
|
26,85
|
51,00
|
0,53
|
Elastisitas Kesempatan Kerja Rata-rata
|
-
|
-
|
0,61
|
Untuk
menghitung laju pertumbuhan tenaga kerja sektor industri kerajinan batik di
Kabupaten Banyuwangi tahun 2008-2012 dengan rumus:
ƞN
= L0 / Q0
ƞN
2008/2009 = 7,8/ 13 = 0,6
ƞN
2009/2010 = 15,5/15 = 0,96
ƞN
2010/2011 = 13,51/50 = 0,37
ƞN
2011/2012 = 26,85/51 = 0,53
Dalam
menghitung Laju Pertumbuhan Tenaga Kerja, ada dua factor yang dipertimbangkan
yaitu kesempatan kenaikan kerja dan kenaikan nilai produksi. Dari data diatas
menunjukkan bahwa kenaikan nilai produksi pada tahun 2008-2012 semakin
meningkat. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2010/2011 yaitu sebesar 34,5%,
dengan rata-rata kenaikan 32,375%.
Laju
kenaikan kesempatan tenaga kerja pada tahun 2008-2012 terus mengalami
peningkatan. Dengan rata-rata 17,04 %. Kenaikan kesempatan kerja terbesar
terjadi pada tahun 2010/2011 yaitu sebesar 8,34%. Pertambahan kesempatan kerja
sektor industri yang terus meningkat menunjukkan adanya kesempatan kerja di sektor industri yang
semakin banyak.
Berdasarkan
data diatas elastisitas laju pertumbuhan
tenaga kerja sektor industri kerajinan batik di Kabupaten Banyuwangi dari tahun
2008-2012 lebih kecil dari satu, sehingga bisa dikatakan tidak elastis/ inelastic. Inelastis disini
berarti setiap perubahan output sebesar 1 persen akan mengakibatkan perubahan
kesempatan kerja kurang dari 1 persen. Rata-rata elastisitas kesempatan kerja
yaitu 6,1%. Elastisitas terbesar terjadi pada tahun 2009/2010 yaitu 0,96% yang
berarti setiap kenaikan 1% pertumbuhan disektor industri akan mendorong
peningkatan laju kenaikan kesempatan kerja di sektor industri sebesar 0,96%.
Kebijakan-kebijakan:
1.
Menaikkan jumlah investasi dalam sektor
industri untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Selain itu,
investasi membuka kesempatan kerja lebih
banyak sehingga mengurangi pengangguran dan meningkatkan produktifitas.
Investasi bisa berasal dari dalam dan luar negeri.
2.
Melalui kegiatan-kegiatan bantuan
pembangunan, proyek padat karya gaya baru, reboisasi, penghijauan dan
lain-lain. Kebijakan ini dikhususkan untuk para pemuda perdesaan yang akan
memasuki pasar kerja, dan untuk meningkatkan produktivitas kelompok angkatan
kerja, yang sudah bekerja.
3.
Kebijaksanaan menyangkut daerah. Dalam
hal ini ditingkatkan perencanaan dan pelaksanaan usaha perluasan kesempatan kerja
berdasarkan perencanaan daerah yang terpadu khususnya di daerah-daerah padat penduduk,
minus dan miskin dan daerah-daerah pemukiman baru. Dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembangunan ditingkatkan partisipasi golongan masyarakat yang
langsung terlihat di dalam usaha perluasan lapangan kerja.
4.
Penggalakan sektor industri seperti perdagangan.
Hal ini dilakukan dengan cara mempermudah syarat-syarat untuk membuka
perusahaan industri atau pabrik baru.
5.
Penyediaan dana kredit secara meluas dan
merata bagi peningkatan kegiatan produksi padat karya. Serta tingkat kurs
devisa diarahkan agar realistis dan memberikan intensif bagi peningkatan
eksport.
BAB
3. PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari
uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil produksi batik di kabupaten
Banyuwangi pada tahun 2008 – 2012 selalu mengalami kenaikan. Kenaikan terbesar
yakni pada tahun 2011/2012 dengan kenaikan sebesar 51 %. Namun produktivitasnya
mengalami naik turun dengan rata – rata 4.627.067,658 atau 19,996 %. Kenaikan
produktivitas terbesar terjadi pada tahun 2010/2011 yaitu sebesar 32,86 %.
Sedangkan laju kenaikan kesempatan kerja pada tahun 2008 – 2012 selalu
mengalami peningkatan dengan rata – rata 17,04 %. Kenaikan kesempatan kerja
terbesar terjadi 2010/2011 yaitu sebesar 8,34 %. Sedangkan elastisitas laju
pertumbuhan tenaga kerja di kabupaten Banyuwangi kurang dari (<) 1 atau
inelastis. Sehingga perubahan output sebesar 1 persen akan mengakibatkan
perubahan kesempatan kerja kurang dari 1 persen. Di sisi lain, pada tahun 2010
perekonomian Indonesia mengalami peningkatan, namun pada saat tersebut
produktivitas dari satu sektoral mengalami penurunan. Angka kemiskinan dan
pengangguran di Indeonesia juga masih sangat tinggi. Sehingga pemerintah perlu
untuk melakukan berbagai kebijakan.
3.2
Saran Untuk Implikasi Kebijakan
1.
Mengingat industri kerajinan batik di
kabupaten Banyuwangi berdampak positif bagi masyarakat maupun pemerintah daerah
maka perlu adanya dorongan untuk
meningkatan produktivitas baik peningkatan produktivitas tenaga kerja maupun
peningkatan efisiensi penggunaan modal. Pengembangan teknologi juga sangat
diperlukan, karena pengembangan usaha tanpa diikuti dengan pengembangan
teknologi akan menghambat produktivitas di masa yang akan datang. Mengingat
jaman yang semakin modern, sehingga industri kerajinan batik di kabupaten
Banyuwangi tetap bisa bersaing dengan produk lain yang tentunya berkualitas.
2.
Upaya peningkatan produtivitas kerajinan
batik perlu diikuti dengan pengembangan produktivitas barang yang terkait.
Antara lain bahan baku dan lembaga keungan sebagai lembaga penunjang. Sehingga
para pengrajin batik tidak kekurangan bahan baku dan modal untuk pengembangkan
usahanya. Sehingga ketika semua sudah terpenuhi maka usaha tersebut dapat
menyerap tenaga kerja dan dapat mengurangi pengangguran. Maka dengan begitu
pendapatan masyarakat akan meningkat dan pembangunan ekonomi akan terwujud.
DAFTAR
PUSTAKA