Selasa, 03 November 2015

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA



KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa mencurahkan rahmat dan kasihnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia 1. Makalah ini masih perlu disempurnakan, oleh karena itu jika ditemukan adanya kekurangan atau kesalahan, kami akan sangat berterimakasih atas saran dan kritik yang disampaikan untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bermanfaat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan.



Jember, 18 Maret 2015


Penulis












DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... 1
DAFTAR ISI................................................................................................. 2
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang......................................................................................... 3
1.2  Rumusan Masalah..................................................................................... 4
1.3  Tujuan....................................................................................................... 4
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Produktivitas Tenaga kerja....................................................................... 6
2.2 Perubahan Elastisitas Penawaran Tenaga Kerja..................................... 13
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................. 15
3.2 saran........................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 17

















BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar belakang
Ketika membicarakan tentang masalah tenaga kerja pasti yang terpikir adalah masalah- masalah yang ada di dalamnya. Masalah di dalam ketenagakerjaan dianggap sebagai masalah yang sangat kompleks dan besar. Dikatakan kompleks karena masalahnya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh banyak factor yang saling berinteraksi dengan pola yang tidak selalu mudah dipahami. Besar karena menyangkut jutaan jiwa. Untuk menggambarkan masalah tenaga kerja dimasa yang akan datang tidaklah gampang karena disamping mendasarkan pada angka tenaga kerja dimasa lampau atau pada tahun- tahun sebelumnya, harus diketahui prospek produksi dimasa mendatang.
Kondisi kerja yang baik, kualitas output yang tinggi, kualitas sumber daya manusia dan kesempatan kerja yang memadai adalah persoalan yang selalu muncul dalam pembahasan tentang tenaga kerja disamping masalah hubungan industrial antara pekerja dengan dunia usaha. Ketika pertumbuhan penduduk terus meningkat dari waktu kewaktu sedangkan lapangan kerja semakin sempit disitulah akan muncul permasalahan yang tidak dapat dihindarkan lagi, yaitu pengangguran. Masalah p g matang untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan terutama di bidang tenaga engangguran akan menjadi semakin kompleks ketika memunculkan angka- angka kemiskinan yang semakin bertambah. Oleh karena itu perlu adanya pengaturan strategi yan kerja.
Ketika suatu negara menginginkan adanya kemajuan ekonomi maka hal yang dapat dilakukan adalah merencanakan pembangunan ekonomi. Pembangunan merupakan proses multidimensional yang mencajup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap- sikap masyarakat dan institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Pembangunan ekonomi memiliki tiga tujuan inti antara lain peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup, peningkatan standar hidup (pendapatan, penyediaan lapangankerja, perbaikan kualitas pendidikan, peningkatan perhatian atas nilai- nilai kulturaldan kemanusiaan) dan perluasan pilihan- pilihan ekonomis dan sosial.
Perluasan penyerapan tenaga kerja diperlukan untuk mengimbangi laju pertumbuhan penduduk usia muda yang masuk ke pasar tenaga kerja. Ketidakseimbangan antara pertumbuhan angkatan kerja dan penciptaan lapangan kerja akan menyebabkan tingginya angka pengangguran. Kemudian, meningkatnya angka pengangguran akan mengakibatkan pemborosan sumber daya potensial angkatan kerja yang ada, meningkatnya beban masyarakat, merupakan sumber utama kemiskinan dan mendorong terjadinya peningkatan kesehatan sosial, serta menghambat pembangunan ekonomi dalam jangka panjang.
Oleh karena itu, makalah ini ditulis guna menganalisis seberapa besar kenaikan ataupun penurunan produktivitas tenaga kerja di Kabupaten Banyuwangi serta analisis mengenai elastisitas yang terjadi dalam penawaran tenaga kerja. Diharapkan dengan paparan ini maka kompleksitas ketenagakerjaan dapat lebih di pahami.

1.2   Rumusan masalah
a.       Bagaimana perubahan produktivitas tenaga kerja di Kabupaten Banyuwangi dari tahun ke tahun serta solusi kebijakan yang bisa diterapkan?
b.      Bagaimana perubahan elastisitas penawaran tenaga kerja di Kabupatan Banyuwangi dari tahun ke tahun serta solusi kebijakan yang bisa diterapkan?

1.3 Tujuan
a.    Mengetahui besaran perubahan produktivitas tenaga kerja di Kabupaten Banyuwangi dari tahun ke tahun yang kemudian dapat menentukan kebijakan yang bisa diambil oleh pemerintah guna dapat mengoptimalkan penyerapan tenaga kerja yang ada.
b.    Mengetahui perubahan elastisitas penawaran tenaga kerja yang ada guna dapat menentukan kebijakan yang akan diambil sebagai cara peningkatanpertumbuhan ekonomi.




























BAB 2. PEMBAHASAN

2.1  Produktivitas Tenaga kerja di Kabupaten Banyuwangi Serta Solusi Kebijakan.

Analisis produktivitas tenaga kerja, permasalahan, dan solusi untuk pemerintah.
Laju pertumbuhan  tenaga kerja Industri Kerajinan Batik di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2008 – 2012
Tahun
Tenaga kerja (orang)
Laju kenaikan pertumbuhan tenaga kerja (%)
2008
218
7
2009
235
7,8
2010
270
15
2011
324
18,51
2012
411
26,85
Jumlah
1458
67,66
Rata – rata
291,6
13,53

Unrtuk menghitung laju pertumbuhan tenaga kerja sektor Industri Kerajinan Batik di Banyuwangi tahun 2008 – 2012 dengan rumus :
=  x 100%








Laju pertumbuhan Nilai produksi di Industri Batik di Kabupaten Banyuwangi tahun 2008 - 2012
Tahun
Produksi Batik (000)
Laju kenaikan pertumbuhan nilai produksi (%)
2008
629.132.730
-
2009
710.919.985
13.00
2010
821.112.583
15.5
2011
1.231.668.874
50.00
2012
1.859.820.000
51.00
Jumlah
5.252.654.174
129.5
Rata – rata
1.050.530.834
25,9

Untuk menghitung laju pertumbuhan tenaga kerja sektor industri kerajinan batik di Kabupaten Banyuwangi tahun 2008 – 2012 dengan rumus :
 =  x 100%
Perhitugan produktivtas =
1.      Perhitugan produktivtas =  =

=  =  5. 163.956,18
2.      Perhitugan produktivtas =  =

=  =  3.148.359,94
3.      Perhitungan produktivitas =  =

=  =  7.602.894,28
4.      Perhitungan produktivitas =  = =  =  7.220.127,89
Tahun
Produktivitas
Laju kenaikan pertumbuhan produktivitas (%)
2008
-
-
2009
5. 163.956,18
22,32 %
2010
3.148.359,94
13,6%
2011
7.602.894,28
32,86%
2012
7.220.127,89
31,2%
Jumlah
23.135.338,29
99,98%
Rata – rata
4.627.067,658
19,996%

Produktivitas merupakan kemampuan input untuk menghasilkan output dalam satuan waktu tertentu. Tabel diatas merupakan salah satu gambaran dari perubahan produktifitas dari tahun ke tahun salah satu sektor di Indonesia  yaitu sektor industri batik. Dari tabel diatas dapat dijelaskan bahwa produktivitas tiap tahunnya mengalami naik turun atau elastis bergantung pada faktor endownment dari negara tersebut. Di Indonesia SDM merupakan faktor endowment tersebut sehingga naik/turunnya produktifitas sangat berpengaruh terhadap kondisi perekonomian negara. Berkaitan dengan Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2010  mencapai 5,9 % (Kompas, 24 Desember 2010),  Dibandingkan dengan tahun 2009 sebelumnya, yang hanya mencapai 4,5 %, maka terdapat suatu peningkatan yang cukup membanggakan.  Namun kenaikan laju pertumbuhan tersebut bukan berarti terjadi kenaikan produktifitas dari satu sektoral karena pada tabel menunjukkan penurunan produktifitas hingga 13,6 % permasalahannya  apakah pertumbuhan  ekonomi tersebut ditopang sepenuhnya oleh sektor-sektor ekonomi, yang berdampak langsung terhadap penyerapan tenaga kerja dan sekaligus mampu mengurangi angka kemiskinan.
Berdasarkan publikasi BPS, jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 31,02 juta orang (13,33 % dari total jumlah penduduk) per Maret 2010. Apabila dikaitkan kondisi 2011 , yaitu; (a) merebaknya krisis pangan, karena perubahan iklim yang bersifat ekstrim, sehingga memberikan pengaruh terhadap pengurangan kuantitas dan kualitas hasil panen komoditas pertanian; (b) kemungkinan terjadinya kenaikan BBM, yang tidak hanya dipengaruhi kenaikan harga minyak internasional yang saat ini sudah menyentuh angka US $ 100/barel (Kompas, 17 Januari 2010), namun dipengaruhi pula oleh kebijakan pemerintah untuk melakukan pembatasan subsidi BBM (uji coba dimulai tahun 2011), sehingga secara tidak langsung konsumen diarahkan untuk membeli BBM non subsidi yang tentunya sudah didasarkan pada harga pasar sewajarnya; dan (c) kenaikan TDL, termasuk  penghapusan TDL sebesar 18 % (capping) terhadap 25 % pelaku industri yang menikmati fasilitas ini, maka keseluruhan hal tersebut akan berdampak terhadap kenaikan harga (inflasi), sehingga lanjutan dampak berikutnya pada tahun 2011 berpeluang menggeser angka kemiskinan menjadi lebih tinggi, bukan sebaliknya menjadi menurun.
Oleh karena itulah, Pemerintah pada tahun 2011  berupaya untuk menekan kemiskinan ini, dengan  cara;  (a) menciptakan lapangan kerja, guna menyerap angkatan kerja baru; (b) menjaga kestabilan harga, terutama untuk komoditas kebutuhan primer, guna menjaga daya beli penduduk tidak berkurang ; (c) melalui kebijakan fiskal, tetap dialokasikan dana untuk penanggulangan kemiskinan, khususnya terkait dengan kompensasi yang bersifat non pendapatan, seperti menekan biaya pendidikan melalui BOS dan kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan; dan (d) bantuan permodalan yang tidak memberatkan bagi para pengusaha ekonomi lemah (UMKM), seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang ditopang pembiayaan APBN. Dalam kesempatan ini, hanya dibahas 2 (dua) masalah saja, yaitu penciptaan lapangan kerja dan menjaga kestabilan harga.
Berdasarkan publikasi BPS per Maret 2010, disebutkan bahwa tingkat pengangguran terbuka ada sebanyak 8,4 juta orang. Apabila, kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 % akan dapat menyerap 500.000 orang tenaga kerja (Kompas, 17 Januari 2011), maka dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 % pada tahun 2011, hanya akan tercipta ± 3 jutaan tenaga kerja, atau hanya ± 35 % dari jumlah pengangguran terbuka.  Ini-pun masih menimbulkan pertanyaan mendasar; apakah mungkin  pertumbuhan ekonomi tadi dapat menyerap 3 jutaan tenaga kerja, mengingat sektor ekonomi yang dominan menopang laju pertumbuhan ekonomi selama 3 (tiga) tahun terakhir adalah bertumpu pada sektor jasa (non tradeable) sebagaimana dapat dilihat berikut ini. Menurut Imam Sugama (Kompas, 11 Januari 2011); lima tahun sebelumnya proporsi sektor jasa terhadap pembentukan PDB baru mencapai 48 %, saat ini sudah mencapai 52 %.
Tabel 1 - Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2009 - 2010


Keterangan : K = Kwartal ; Sumber : Kompas, 24 Desember 2010

         Padahal sektor ini menurut Faisal Basri dan Haris Munandar (2009; 45) tidak menyerap banyak tenaga kerja. Sedangkan sektor ekonomi tradeable, yaitu pertambangan kurang menyerap tenaga kerja, karena ekspor yang dilakukan merupakan bahan mentah, tanpa ada proses pengolahan lebih lanjut yang berpeluang menciptakan tambahan penyerapan tenaga kerja. Demikian pula untuk pertanian, secara alamiah pertumbuhannya dibawah rata-rata, dengan mobilitas tenaga kerja relatif tinggi, karena sebagian besar bersifat informal; bahkan ada kesan di sektor ekonomi tradeable ini terjadi pengangguran terselubung.
Oleh karena itulah, harapan besar untuk dapat menciptakan peluang kerja baru dalam artian permanen bertumpu pada sektor formal lingkup industri pengolahan (manufaktur). Namun, proporsinya terhadap PDB mengalami penurunan (deindustrialisasi); Menurut Imam Sugama, saat ini proporsinya hanya mencapai 26 %, sementara 5 (lima) tahun sebelumnya masih berada disekitar 28 %.
Dalam lingkup sektor ekonomi manufaktur ini terdapat 4 (empat) sub sektor dominan, yaitu; (1) makanan, minuman dan tembakau; (2) pupuk, produk kimia dan karet; (3) kendaraan bermotor, mesin dan paralatan; serta (4) tekstil, kulit dan alas kaki. Diantara keempat sub sektor tadi, sub sektor tekstil, kulit dan alas kaki cenderung mengalami penurunan pertumbuhan, sebagaimana sub sektor lainnya. Ini berarti, laju pertumbuhan manufaktur lebih ditentukan oleh 3 (tiga) sub sektor dominan seperti telah disebutkan sebelumnya. Permasalahannya, ketiga sub sektor dominan tersebut sebagian besar tidak sepenuhnya berbasis pada pemanfaatan potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia. Khususnya untuk industri kendaraan bermotor (otomotif), spare part utamanya masih didatangkan dari perusahaan induknya (principal) di luar negeri, sedangkan untuk industri kimiawi tidak jauh berbeda dengan otomotif, kebutuhan bahan baku masih didatangkan dari luar pula.
Kondisi diatas, mengisyaratkan bagi Pemerintah untuk mengembangkan strategi industrialisasi berbasis pemanfaatan potensi sumber daya alam yang ada dan bersifat padat karya, karena pengalaman pada tahun 1980-an, bersamaan dengan intensifnya kegiatan industrialisasi padat karya (seperti garmen dan tekstil), Indonesia mendapatkan 3 (tiga) keuntungan sekaligus (triple track strategy), yaitu pertumbuhan ekonomi yang mencapai double digit, berkurangnya pengangguran dan angka kemiskinan yang menurun.
Peluang terbesar untuk itu ada pada pengembangan manufaktur yang berhubungan dengan agro industry. Sebagai contoh, selama ini komoditi kakao, karet dan kelapa sawit, lebih banyak diekspor dalam bentuk mentah, apabila diolah lebih lanjut akan memberikan  nilai tambah tersendiri, disamping berpeluang menyerap tenaga kerja untuk kegiatan pemrosesannya lebih lanjut. Belajar dari krisis komoditi ditahun 2010 lalu, dan diperkirakan akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang, maka pengembangan manufaktur ini sangat relevan.
Untuk itu Pemerintah diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur, berupa jalan, listrik dan saluran irigasi. Disamping dukungan pembiayaan perbankan, yang selama ini tampak ada keenggenan untuk menyalurkan kredit pada sektor pertanian (tanam keras), karena perolehan hasilnya membutuhkan waktu lama sejak masa penanaman hingga panen, belum lagi masalah kepastian hasil yang sangat ditentukan oleh kondisi alam serta harga jual yang berfluktuasi. Selanjutnya mengenai kestabilan harga, pada dasarnya bergantung pada keseimbangan antara permintaan dan penawaran komoditas dipasaran.
Komoditas sektor pertanian memiliki peran strategis, karena menyangkut kebutuhan dasar penduduk, seperti beras, ikan/daging, sayuran dan palawija. Permasalahannya, sektor ini tingkat pertumbuhannya relatif rendah, sehingga tidak mampu menopang gejolak permintaan yang terus meningkat; Adanya sedikit gonjangan pada sisi pasokan, otomatis akan diikuti dengan kenaikan harga.
Faisal Basri (Kampas, 10 Januari 2010); menyebutkan bahwa kenaikan harga tidak hanya ditentukan oleh masalah pasokan saja, namun dipengaruhi oleh aspek distribusi, yang dibuktikan dengan; (a) adanya disparitas harga antar daerah yang sangat tinggi, hingga mencapai 4 - 5 kali lipat; dan (b) harga pada tingkat konsumen dapat mencapai 5 kali lipat, dibandingkan harga pada tingkat produsen.
Untuk menjaga kestabilan harga, dalam jangka pendek Pemerintah diharapkan dapat mengatur mata rantai distribusi komoditas primer ini, tidak sekedar melakukan jalan pintas memotong bea masuk dan pemberian izin impor setiap ada gejolak kenaikan harga. Dalam jangka panjang, sektor pertanian harus ditingkat pertumbuhannya; dari aspek spasial harus dikembangkan daerah luar Jawa (+ Bali) yang memiliki potensi keunggulan komoditi tertentu, sedangkan dari aspek sektoral berupa kebijakan yang menekan input pertanian, berupa kestabilan harga pupuk, ketersedian bibit unggul dan modal kerja yang berbunga rendah.


2.2  Perubahan Elastisitas Penawaran Tenaga Kerja di Kabupatan Banyuwangi Serta Solusi Kebijakan.

Laju Pertumbuhan Elastisitas Tenaga Kerja Industri Kerajinan Batik. Di Kabupaten Banyuwangi Tahun 2008 – 2012.




Tahun
Laju Kenaikan Kesempatan Kerja
( % )
Laju Kenaikan
Nilai Produksi
( % )
Elastisitas
(% )
2008/2009
7,8
13
0,6
2009/2010
15
15,50
0,96
2010/2011
18,51
50,00
0,37
2011/2012
26,85
51,00
0,53
Elastisitas Kesempatan Kerja Rata-rata
-
-
0,61


Untuk menghitung laju pertumbuhan tenaga kerja sektor industri kerajinan batik di Kabupaten Banyuwangi tahun 2008-2012 dengan rumus:
ƞN = L0 / Q0

ƞN 2008/2009 = 7,8/ 13 = 0,6
ƞN 2009/2010 = 15,5/15 = 0,96
ƞN 2010/2011 = 13,51/50 = 0,37
ƞN 2011/2012 = 26,85/51 = 0,53

Dalam menghitung Laju Pertumbuhan Tenaga Kerja, ada dua factor yang dipertimbangkan yaitu kesempatan kenaikan kerja dan kenaikan nilai produksi. Dari data diatas menunjukkan bahwa kenaikan nilai produksi pada tahun 2008-2012 semakin meningkat. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2010/2011 yaitu sebesar 34,5%, dengan rata-rata kenaikan 32,375%.
Laju kenaikan kesempatan tenaga kerja pada tahun 2008-2012 terus mengalami peningkatan. Dengan rata-rata 17,04 %. Kenaikan kesempatan kerja terbesar terjadi pada tahun 2010/2011 yaitu sebesar 8,34%. Pertambahan kesempatan kerja sektor industri yang terus meningkat menunjukkan adanya  kesempatan kerja di sektor industri yang semakin banyak.
Berdasarkan data diatas elastisitas  laju pertumbuhan tenaga kerja sektor industri kerajinan batik di Kabupaten Banyuwangi dari tahun 2008-2012 lebih kecil dari satu, sehingga bisa dikatakan  tidak elastis/ inelastic. Inelastis disini berarti setiap perubahan output sebesar 1 persen akan mengakibatkan perubahan kesempatan kerja kurang dari 1 persen. Rata-rata elastisitas kesempatan kerja yaitu 6,1%. Elastisitas terbesar terjadi pada tahun 2009/2010 yaitu 0,96% yang berarti setiap kenaikan 1% pertumbuhan disektor industri akan mendorong peningkatan laju kenaikan kesempatan kerja di sektor industri sebesar 0,96%.


Kebijakan-kebijakan:
1.      Menaikkan jumlah investasi dalam sektor industri untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik. Selain itu, investasi  membuka kesempatan kerja lebih banyak sehingga mengurangi pengangguran dan meningkatkan produktifitas. Investasi bisa berasal dari dalam dan luar negeri.
2.      Melalui kegiatan-kegiatan bantuan pembangunan, proyek padat karya gaya baru, reboisasi, penghijauan dan lain-lain. Kebijakan ini dikhususkan untuk para pemuda perdesaan yang akan memasuki pasar kerja, dan untuk meningkatkan produktivitas kelompok angkatan kerja, yang sudah bekerja.
3.      Kebijaksanaan menyangkut daerah. Dalam hal ini ditingkatkan perencanaan dan pelaksanaan usaha perluasan kesempatan kerja berdasarkan perencanaan daerah yang terpadu khususnya di daerah-daerah padat penduduk, minus dan miskin dan daerah-daerah pemukiman baru. Dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan ditingkatkan partisipasi golongan masyarakat yang langsung terlihat di dalam usaha perluasan lapangan kerja.
4.      Penggalakan sektor industri seperti perdagangan. Hal ini dilakukan dengan cara mempermudah syarat-syarat untuk membuka perusahaan industri atau pabrik baru.
5.      Penyediaan dana kredit secara meluas dan merata bagi peningkatan kegiatan produksi padat karya. Serta tingkat kurs devisa diarahkan agar realistis dan memberikan intensif bagi peningkatan eksport.






BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
           Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil produksi batik di kabupaten Banyuwangi pada tahun 2008 – 2012 selalu mengalami kenaikan. Kenaikan terbesar yakni pada tahun 2011/2012 dengan kenaikan sebesar 51 %. Namun produktivitasnya mengalami naik turun dengan rata – rata 4.627.067,658 atau 19,996 %. Kenaikan produktivitas terbesar terjadi pada tahun 2010/2011 yaitu sebesar 32,86 %. Sedangkan laju kenaikan kesempatan kerja pada tahun 2008 – 2012 selalu mengalami peningkatan dengan rata – rata 17,04 %. Kenaikan kesempatan kerja terbesar terjadi 2010/2011 yaitu sebesar 8,34 %. Sedangkan elastisitas laju pertumbuhan tenaga kerja di kabupaten Banyuwangi kurang dari (<) 1 atau inelastis. Sehingga perubahan output sebesar 1 persen akan mengakibatkan perubahan kesempatan kerja kurang dari 1 persen. Di sisi lain, pada tahun 2010 perekonomian Indonesia mengalami peningkatan, namun pada saat tersebut produktivitas dari satu sektoral mengalami penurunan. Angka kemiskinan dan pengangguran di Indeonesia juga masih sangat tinggi. Sehingga pemerintah perlu untuk melakukan berbagai kebijakan. 

3.2 Saran Untuk Implikasi Kebijakan
1.    Mengingat industri kerajinan batik di kabupaten Banyuwangi berdampak positif bagi masyarakat maupun pemerintah daerah maka perlu adanya dorongan  untuk meningkatan produktivitas baik peningkatan produktivitas tenaga kerja maupun peningkatan efisiensi penggunaan modal. Pengembangan teknologi juga sangat diperlukan, karena pengembangan usaha tanpa diikuti dengan pengembangan teknologi akan menghambat produktivitas di masa yang akan datang. Mengingat jaman yang semakin modern, sehingga industri kerajinan batik di kabupaten Banyuwangi tetap bisa bersaing dengan produk lain yang tentunya berkualitas.
2.    Upaya peningkatan produtivitas kerajinan batik perlu diikuti dengan pengembangan produktivitas barang yang terkait. Antara lain bahan baku dan lembaga keungan sebagai lembaga penunjang. Sehingga para pengrajin batik tidak kekurangan bahan baku dan modal untuk pengembangkan usahanya. Sehingga ketika semua sudah terpenuhi maka usaha tersebut dapat menyerap tenaga kerja dan dapat mengurangi pengangguran. Maka dengan begitu pendapatan masyarakat akan meningkat dan pembangunan ekonomi akan terwujud.

























DAFTAR PUSTAKA